Mendengar kata dangdut mungkin sudah tidak asing lagi di telinga kita, alunan musik dan lantunan suara biduan dangdut sering kita dengarkan.
Dangdut sebagai lagu rakyat/folk song telah masuk ke seluruh pelosok tanah air, tidak hanya di Indonesia bahkan dangdut tersebar hingga manca negara. Namun sedikit di antara kita yang paham sejarah dangdut itu sendiri (termasuk aku, :D ). Berikut ini sekilas sejarah dan perkembangannya dangdut dari mulai lahirnya hingga kini.
Dangdut merupakan salah satu dari genre seni musik yang berkembang di Indonesia. Bentuk musik ini berakar dari musik Melayu pada tahun 1940-an. Dalam evolusi menuju bentuk kontemporer sekarang masuk pengaruh unsur-unsur musik India (terutama dari penggunaan tabla/gendang) dan Arab (pada cengkok dan harmonisasi). Perubahan arus politik Indonesia di akhir tahun 1960-an membuka masuknya pengaruh musik barat yang kuat dengan masuknya penggunaan gitar listrik dan juga bentuk pemasarannya. Sejak tahun 1970-an dangdut boleh dikatakan telah matang dalam bentuknya yang kontemporer. Sebagai musik populer, dangdut sangat terbuka terhadap pengaruh bentuk musik lain, mulai dari keroncong, langgam, degung, gambus, rock, pop, bahkan house music.
Penyebutan nama "dangdut" merupakan onomatope dari suara permainan tabla (dalam dunia dangdut disebut gendang saja) yang khas dan didominasi oleh bunyi dang dan ndut. Nama ini sebetulnya adalah sebutan sinis dalam sebuah artikel majalah awal 1970-an bagi bentuk musik melayu yang sangat populer di kalangan masyarakat kelas pekerja saat itu.
Berikut adalah nama-nama beberapa tokoh penyanyi dan pencipta lagu dangdut populer yang dibagi dalam tiga kelompok kronologis, sesuai dengan perkembangan musik dangdut:
Pra-1970-an : Husein Bawafie, Munif Bahaswan, Ellya, M. Mashabi, Johana Satar, Hasnah Tahar.
1970-an : A. Rafiq, Rhoma Irama, Elvy Sukaesih, Mansyur S., Mukhsin Alatas, Herlina Effendi, Reynold Panggabean, Camelia Malik, Ida Laila.
Setelah 1970-an : Vetty Vera, Nur Halimah, Hamdan ATT, Meggy Zakaria, Iis Dahlia, Itje Trisnawati, Evi Tamala, Ikke Nurjanah, Kristina, Cici Paramida, Dewi Persik, Inul Daratista.
Dangdut dalam budaya kontemporer Indonesia
Oleh Rhoma Irama, dangdut dijadikan sebagai alat berdakwah, yang jelas terlihat dari lirik-lirik lagu ciptaannya dan dinyatakan sendiri olehnya. Hal inilah yang menjadi salah satu pemicu polemik besar kebudayaan di Indonesia pada tahun 2003 akibat protesnya terhadap gaya panggung penyanyi dangdut dari Jawa Timur, Inul Daratista, dengan goyang ngebor-nya yang dicap dekaden serta "merusak moral".
Jauh sebelumnya, dangdut juga telah mengundang perdebatan dan berakhir dengan pelarangan panggung dangdut dalam perayaan Sekaten di Yogyakarta. Perdebatan muncul lagi-lagi akibat gaya panggung penyanyi (wanita)-nya yang dinilai terlalu "terbuka" dan berselera rendah, sehingga tidak sesuai dengan misi Sekaten sebagai suatu perayaan keagamaan.
Dangdut memang disepakati banyak kalangan sebagai musik yang membawa aspirasi kalangan masyarakat kelas bawah dengan segala kesederhanaan dan kelugasannya. Ciri khas ini tercermin dari lirik serta bangunan lagunya. Gaya pentas yang sensasional tidak terlepas dari nafas ini.
Walaupun dangdut diasosiasikan dengan masyarakat bawah yang miskin, bukan berarti dangdut hanya digemari kelas bawah. Di setiap acara hiburan, dangdut dapat dipastikan turut serta meramaikan situasi. Panggung dangdut dapat dengan mudah dijumpai di berbagai tempat. Tempat hiburan dan diskotek yang khusus memutar lagu-lagu dangdut banyak dijumpai di kota-kota besar. Stasiun radio siaran yang menyatakan dirinya sebagai "radio dangdut" juga mudah ditemui di berbagai kota.
Interaksi dengan musik lain
Dangdut sangat elastis dalam menghadapi dan mempengaruhi bentuk musik yang lain. Lagu-lagu barat populer pada tahun 1960-an dan 1970-an banyak yang didangdutkan. Genre musik gambus dan kasidah perlahan-lahan hanyut dalam arus cara bermusik dangdut. Hal yang sama terjadi pada musik tarling dari Cirebon sehingga yang masih eksis pada saat ini adalah bentuk campurannya: tarlingdut.
Musik rock, pop, disko, house bersenyawa dengan baik dalam musik dangdut. Demikian pula yang terjadi dengan musik-musik daerah seperti jaipongan, degung, tarling, keroncong, langgam Jawa (dikenal sebagai suatu bentuk musik campur sari yang dinamakan congdut, dengan tokohnya Didi Kempot), atau zapin.
Tidak hanya tarlingdut dan campursari saja yang mendapat pengaruh musik dangdut, sekitar tahun 2000-an muncul satu genre musik dangdut yaitu dangdut koplo. Konon genre dangdut koplo hadir dari daerah Jawa Timur. Hal ini ditandai dengan bermunculannya sejumlah OM (Orkes Melayu) yang mengusung dangdut koplo dalam setiap kali show, diantaranya adalah OM Monata, OM New Pallapa, OM Palapa, OM Sera, dan masih banyak lagi yang lainnya.Mudahnya dangdut menerima unsur 'asing' menjadikannya rentan terhadap bentuk-bentuk pembajakan, seperti yang banyak terjadi terhadap lagu-lagu dari film ala Bollywood dan lagu-lagu latin. Kopi Dangdut, misalnya, adalah "bajakan" lagu yang populer dari Venezuela.
Bangunan lagu
Meskipun lagu-lagu dangdut dapat menerima berbagai unsur musik lain secara mudah, bangunan sebagian besar lagu dangdut sangat konservatif, sebagian besar tersusun dari satuan delapan birama 4/4. Jarang sekali ditemukan lagu dangdut dengan birama 3/4, kecuali pada lagu-lagu masa Melayu Deli (contoh: Burung Nuri). Lagu dangdut juga miskin improvisasi, baik melodi maupun harmoni. Sebagai musik pengiring tarian, dangdut sangat mengandalkan ketukan tabla dan sinkop.
Intro dapat berupa vokal tanpa iringan atau berupa permainan seruling, selebihnya merupakan permainan gitar atau mandolin. Panjang intro dapat mencapai delapan birama.
Bagian awal tersusun dari delapan birama, dengan atau tanpa pengulangan. Jika terdapat pengulangan, dapat disela dengan suatu baris permainan jeda. Bagian ini biasanya berlirik pengantar tentang isi lagu, situasi yang dihadapi sang penyanyi.
Lagu dangdut standar tidak memiliki refrain, namun memiliki bagian kedua dengan bangunan melodi yang berbeda dengan bagian pertama. Sebelum memasuki bagian kedua biasanya terdapat dua kali delapan birama jeda tanpa lirik. Bagian kedua biasanya sepanjang dari dua kali delapan birama dengan disela satu baris jeda tanpa lirik. Di akhir bagian kedua kadang-kadang terdapat koda sepanjang empat birama. Lirik bagian kedua biasanya berisi konsekuensi dari situasi yang digambarkan bagian pertama atau tindakan yang diambil si penyanyi untuk menjawab situasi itu.
Setelah bagian kedua, lagu diulang penuh dari awal hingga akhir. Lagu dangdut diakhiri pada pengulangan bagian pertama. Jarang sekali lagu dangdut diakhiri dengan fade away.
Sumber : Tedoun
Sabtu, 23 Oktober 2010
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 comments:
Posting Komentar